Kumpulan Cerita Fiksi Karya Bunda Iin

Monday 9 April 2012

I Wanna Be Emak - Mencontoh Istri Ustad

“Yah, Minta uang buat ke salon dong!” kata Emak.

Ayah terdiam, bengong, melongok dan heran.

Emak tertawa kecil. “Kata Ayah kan, jadilah istri soleha dan contohlah istri para ulama besar!”

Ayah mengangguk dengan wajah masih berkerut-kerut bingung.

“Nah, barusan Emak nonton tivi. Ada istri Ustad majang mejeng ke salon, pedikur, medikur, perawatan wajah dan sebagainya. Jadi sebagai bahan pelajaran Emak jadi istri yang soleha, boleh dong Emak ke salon?” tanya Emak. Tapi mata Emak menari-nari menggoda Ayah.

“Iya, yah. Biar entar kalau Ayah sudah terkenal. Ayah bisa muja-muji Emak di depan umum,” suara Kakak, anak Emak yang pertama menimpali.

Ayah bangkit, wajahnya tampak kesal. “Mulai besok kalau Emak dan kakak nonton inpotainment lagi. Ayah jual tipinya!!!” kata Ayah mencak-mencak sambil meninggalkan ruang makan.

***


“Mak, besok Ayah mengisi taklim pengajian. Jadi pulang sholat dhuhur di mesjid, Ayah langsung ke sana dan mungkin ba’da Isya baru pulang karena tempatnya jauh. Emak makan sama anak-anak saja, tak usah menunggu Ayah,” beritahu Ayah.

Emak mengangguk. Tiba-tiba Emak teringat sesuatu. “Eh ayah, ayah… Jadi sekarang Ayah mulai berdakwah di luar RT?”

Ayah mengangguk. “Insya Allah, Mak. Didukung ya, tolong Emak kasih tahu anak-anak supaya jaga tingkah laku karena dakwah yang utama itu adalah contoh berperilaku. Minggu depan Ayah juga akan mendakwah di acara Maulidan yang insya Allah akan diliput televisi.”

Emak tak menjawab. Emak berdiri, menjauh sedikit ke arah pintu dan menatap ke seantero dapur dan ruang makan yang jadi satu itu. Mukanya berkerut-kerut, memikirkan sesuatu.

“Kenapa, Mak?”

Emak duduk lagi. “Yah, Ayah jangan sampai jadi ustad terkenal apalagi seperti selebritis deh.”

Ayah hampir tersedak oleh kopinya yang sedang ia minum mendengar permintaan Emak. “Loh, kenapa?” tanyanya bingung.

“Soalnya Emak takut Ayah nanti malu.”

Ayah makin bingung. Ditatap istri tercintanya tak percaya. Lalu bertanya, “apa maksud Emak sih? Ayah jadi bingung.”

“Ya iya, nanti Ayah pasti malu deh. Kan dapur kita jelek, ruang makan juga hanya beralaskan tikar bambu. Ruang tamu aja sofanya bolong-bolong apalagi kamar kita. Waduh, Yah. Ntar kalau Ayah pamerin saat diwawancara tipi, malah malu deh.”

Ayah menatap Emak. Mau marah, Emak benar. Mau kesal, Emak betul. Ayah memilih kembali konsentrasi membaca bukunya, membiarkan Emak mesem-mesem menyembunyikan tawa gelinya karena sekali lagi berhasil menggoda Ayah.

***


Emak baru pulang dari pasar, ketika melewati ruang keluarga dia terperanjat kaget. Hartanya yang termasuk 10 besar paling berharga di rumah, televisi ukuran 14 inchi yang dibelinya setelah menabung berbulan-bulan lenyap.

“Ayah!!! Tipi hilang!” kata Emak panik. Ayah tergopoh-gopoh keluar dari kamar.

Ayah menatap meja televisi yang sekarang kosong melompong. Santai. “Tipinya Ayah jual.”

Bahu Emak merosot bingung. “Yaaah, Ayah. Kok dijual sih?”

“Ayah sebel Emak rajin nonton inpotainment. Ayah kesal karena Emak menggunakan kebodohan istri Ustad buat jadi istri yang bodoh juga. Pokoknya gak ada tipi-tipian lagi,” kata Ayah tegas.

“Ayah sayang, suamiku yang baik dan ganteeng. Emak bukannya tak tahu kalau itu salah. Emak juga gak berniat mengikuti kebodohan itu. Maksud Emak biar Ayah punya referensi bahan buat dakwah. Emak juga bukannya rajin nonton inpotainment. Tapi kan Ayah tahu, remote kita itu wis uzur, angkanya aja udah gak kelihatan lagi jadi Emak harus explore channel satu persatu sebelum mendapat chanel pilihan. Nah Ayah juga tahu, 90% tipi kalau pagi nayanginnya berita inpotainment. Ya Emak jadi tahulah. Emak janji deh, tetap jadi istri Ayah yang manis, gak ngikutin Istrinya Ustad. Cukup jadi istri yang mengikuti apa yang Mursyidnya ajarin. Ayah jangan marah ya. Jangan menyalahkan tipi, Yah karena justru kalau kita pinter manfaatin tipi banyak manfaat positifnya. Please, Ayah ganteng!” bujuk Emak sambil memijat-mijat lengan Ayah.

Dan Ayah pun tersenyum. Ayah sebenarnya hanya ingin membalas Emak. Televisi mereka tidak dijual, hanya dibawa ke reparasi untuk diperbaiki. Namun Ayah senang, Emak menjadikan semuanya jelas. Saat Ayah menjelaskan pada Emak, Emak tak marah dan malah tertawa.

“Eh, ngomong-ngomong. Jarang loh Emak bilang Ayah ganteng. Sekali lagi dong!” kata Ayah.

“Weee, enak saja. Beliin dulu tipi baru!” canda Emak sambil tertawa. Ayah juga tertawa. Tapi waktu Ayah hendak keluar lagi dari ruang keluarga, Emak mencium pipi Ayah.

“Ayah bukan hanya ganteng, tapi Ayah adalah Imam paling sabaaar di dunia. Emak sayaang banget sama Ayah!”

Ayah terdiam. Mungkin ini Emak dapat cara ini dari melihat gaya lebaynya istri Ustad, tapi Ayah tak bisa pungkiri Ayah suka melihat Emak mempraktekkan hal-hal yang baik seperti itu. Boleh saja menunjukkan cinta pada suami, asalkan jangan di depan umum. 

*****

0 comments:

Post a Comment

© Ruang Cerita, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena